Kamis, 09 Februari 2012

anava dua arah


Studi Perbandingan antara Kecerdasan Linguistik (X1) dan Teknik Pembelajaran (X2) Terhadap Kemampuan Menerjemahkan Teks Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia(Y)

A.      Deskripsi Teoritik
1.      Hakikat Kecerdasan Linguistic
Setiap orang tua selalu menginginkan anaknya cerdas. Kecerdasan menjadi bagian hidup yang sangat penting bagi keberadaan manusia, untuk dapat menunjukkan eksistensinya di tengah masyarakat. Tidak sedikit orang tua, bahkan guru bersusah payah agar anak-anaknya mempunyai kecerdasan berupa nilai mata pelajaran yang tinggi di sekolah atau mendapat peringkat kelas di atas rata-rata.
           Howard Gardner, seorang profesor psikologi di Harvard University memperkenalkan bahwa kecerdasan memiliki tujuh dimensi, yaitu: linguistik, kinestetik, spasial, logikal-matematikal, musikal, interpersonal, dan intrapersonal.[1] Belum lama berselang dia menambahkan kecerdasan yang kedelapan dan membahas adanya kemungkinan kecerdasan yang kesembilan.[2]
           Teori kecerdasan berganda dilandasi oleh fakta bahwa kerusakan di bagian otak tertentu akan membuat seseorang kehilangan kemampuan atau keterampilan tertentu. Gardner meyakini bahwa masing-masing tipe kecerdasan diatur oleh bagian otak yang berbeda.[3]
Setiap anak memiliki sembilan dimensi kecerdasan, tetapi pada masing-masing mereka ada aspek-aspek kecerdasan yang lebih menonjol dibandingkan kecerdasan lainnya. Salah satu kecerdasan yang utama dan pada umumnya terdapat dalam diri  setiap anak adalah kecerdasan linguistik (kecerdasan bahasa). Hal ini dikarenakan manusia sebagai satu-satunya makhluk hidup yang diberi kelebihan untuk dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya.
            Lebih jauh  Gardner mengungkapkan bahwa;
Kecerdasan linguistik adalah kemampuan menggunakan kata yang efektif, baik secara lisan (misalnya pendongeng, orator, atau politisi) maupun tertulis (misalnya, sastrawan, penulis drama, editor, wartawan). Kecerdasan ini meliputi kemampuan memanipulasi tata bahasa, fonologi atau bunyi bahasa, semantik atau makna bahasa. Penggunaan bahasa ini antara lain mencakup retorika (penggunaan bahasa untuk mempengaruhi orang lain melakukan tindakan tertentu), mnemonik/hafalan (penggunaan bahasa untuk mengingat informasi), aksplanasi (penggunaan bahasa untuk memberi informasi), dan metabahasa (penggunaan bahasa untuk membahas bahasa itu sendiri.[4]
Berdasarkan pendapat Gardner tersebut, dapat dikategorikan anak-anak yang memiliki pengetahuan bahasa dan mampu menerapkan kaidahnya dalam berbahasa adalah termasuk anak yang memiliki tipe kecerdasan linguistik. Untuk mengetahui hal itu, harus dilakukan kerjasama yang baik antara guru, siswa, dan orang tua. Dalam kelas, anak-anak yang mempunyai kecerdasan linguistik yang lebih baik daripada anak-anak yang lain, akan mendapatkan nilai tertinggi pada pelajaran bahasa. Anak ini akan mudah mengerti dan menangkap apa yang disampaikan guru mengenai materi kebahasaan.

2.      Teknik pembelajaran
a.      Teknik Learning Community
Menurut Nurhadi “teknik Learning Community adalah belajar dalam bentuk kelompok-kelompok.”[5] Siswa melakukan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk kelompok-kelompok, baik kelompok kecil maupun kelompok besar. Dalam kelompok tersebut, siswa belajar (memperoleh  pengetahuan) dengan senang karena siswa berhadapan dengan temannya. Siswa menjadi berani, tidak merasa gugup, tidak takut dan tidak merasa tertekan karena yang diajak berbicara adalah teman-teman mereka sendiri.

Nurhadi juga mengatakan bahwa,
“Teknik Learning Comummunity atau masyarakat belajar/diskusi diciptakan dari metode Cooperative Learning yang menciptakan interaksi yang asah, asih, asuh. Pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dan memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar”[6]

Jadi dengan teknik Learning Comummunity  akan tercipta suasana yang saling tolong menolong, saling membimbing, saling mendidik, saling mencintai dan saling membina. Terciptanya situasi yang demikian memberi peluang untuk mencapai hasil yang diinginkan yang bersifat mendukung. Dengan kata lain suasana kelas akan kondusif.


b.      Teknik Inquiry
Penemuan (Inquiry) merupakan bagian inti kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Peserta didik tidak menerima pengetahuan dan kemampuan hanya dari mengingat seperangkat fakta-fakta saja, tetapi berasal  dari pengalaman menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang pembelajaran yang bersumber dari penemuan.[7]

Kesuma, dkk. Mengatakan bahwa inkuiri artinya proses pembelajaran didasarkan pada pencapaian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis.[8] Inkuiri berarti suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat  merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Pembelajaran inkuiri beriorientasi pada, keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, keterarahan kegiatan secara maksimal dalam proses kegiatan belajar, mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri.

3.      Kemampuan menerjemahkan teks bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia
a.      Hakikat Kemampuan
                                    Pengertian kemampuan dapat mempunyai beberapa makna tergantung pada aspek bagaimana kemampuan digunakan. Gagne dan Briggs mengemukakan bahwa kemampuan adalah hasil belajar yang diperoleh pembelajar setelah mengikuti suatu proses belajar[9]. Sedangkan menurut Caplin kemampuan diartikan sebagai kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan untuk melakukan suatu perbuatan[10]. Kemampuan merupakan suatu istilah yang berguna dan ekonomis untuk sejumlah karakteristik perilaku yang menentukan performansi yang trampil dalam aneka ragam situasi tertentu. Kemampuan merupakan suatu pola kecenderungan perilaku yang bertanggung jawab untuk performansi yang terampil dalam berbagai tugas yang berkaitan[11].
     Menurut Robbins kemampuan sebagai kapasitas individu untuk melaksanakan kegiatan mental dan mengerjakan tugas dalam suatu pekerjaan, sebagai suatu daya untuk bertindak yang berupa pembawaan dan hasil latihan[12]. Sealnjutnya Robbins membedakan kemampuan yang dimilki manusia dapat dibedakan menjadi (1) kemampuan intelektual, yakni suatu daya yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental, dan (2) daya fisik sebagai kapasitas seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan[13].
     Dari pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktek dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu  yang diwujudkan melalui tindakannya.

b.      Hakikat Penerjemahan
   Kata terjemahan yang dalam bahasa Inggris disebut translation adalah suatu konsep abstrak yang mencakup proses penerjemahan dan hasil dari proses tersebut. Sebelum memberikan definisi atau penjelasan tentang istilah terjemahan (translation), perlu dibedakan makna yang terkandung dalam istilah menerjemahkan (translate) dan terjemahan (translation). Menurut Bell bahwa
“there are three distinguishable meanings for the word translation, it refers to: (1) translating: the process (to translate; the activity rather than the tangible object; (2) a translation: the product of process translating (i.e. the translated text); (3) translation: the abstract concept which encompassed both the process of translating and the product of that process.”[14]

   Maksudnya sebenarnya ada tiga makna yang berbeda dalam kata terjemahan yaitu mengarah pada: (1) penerjemahan merupakan suatu proses (menerjemahkan yang mengutamakan aktifitas daripada obyek); (2) sebuah terjemahan: hasil dari proses terjemahan; (3) terjemahan: konsep abstrak yang mencakup proses penerjemahan dan hasil dari proses.

   Penerjemah menurut Nida harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang bahasa sumber, tidak cukup hanya mengetahui dan memahami isi teks tapi juga harus menguasai beberapa hal diantaranya makna, kehalusan makna bahasa, nilai emotif kata, dan fitur stilistik yang memberikan rasa dan nuansa pada hasil penerjemahan, dan yang lebih penting daripada mengetahui bahasa sumber adalah menguasai bahasa target[15]. Penerjemahan adalah kegiatan mengalihkan secara tertulis pesan dari teks suatu bahasa ke dalam teks bahasa lain[16].

4.      Anova Dua Arah
Analisis varians (analysis of variance, ANOVA) adalah suatu metode analisis statistik yang termasuk ke dalam cabangstatistika inferensi. Dalam literatur Indonesia metode ini dikenal dengan berbagai nama lain, seperti analisis ragam, sidik ragam, dan analisis variansi. Ia merupakan pengembangan dari masalah Behrenes-fisher, sehingga uji-F juga dipakai dalam pengambilan keputusan. Analisis varians pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ronal fisher bapak statistika modern. Dalam praktek, analisis varians dapat merupakan uji hipotesis (lebih sering dipakai) maupun pendugaan (estimation, khususnya di bidang genetika terapan).
Secara umum, analisis varians menguji dua varians (atau ragam) berdasarkan hipotesia nol bahwa kedua varians itu sama. Varians pertama adalah varians antarcontoh (among samples) dan varians kedua adalah varians di dalam masing-masing contoh (within samples). Dengan ide semacam ini, analisis varians dengan dua contoh akan memberikan hasil yang sama dengan uji-T untuk dua rerata (mean).
Supaya sahih (valid) dalam menafsirkan hasilnya, analisis varians menggantungkan diri pada empat asumsi yang harus dipenuhi dalam perancangan percobaan:
1.      Data berdisribusi normal karena pengujiannya menggunakan uji F-Snedecor
2.      Varians atau ragamnya homogen, dikenal sebagai homoskedastisitas, karena hanya digunakan satu penduga (estimate) untuk varians dalam contoh
3.      Masing-masing contoh saling independen, yang harus dapat diatur dengan perancangan percobaan yang tepat
4.      Komponen-komponen dalam modelnya bersifat aditif (saling menjumlah).
Analisis varians relatif mudah dimodifikasi dan dapat dikembangkan untuk berbagai bentuk percobaan yang lebih rumit. Selain itu, analisis ini juga masih memiliki keterkaitan dengan analisis regresi. Akibatnya, penggunaannya sangat luas di berbagai bidang, mulai dari eksperimen laboratorium hingga eksperimen periklanan, psikologi dan kemasyarakatan.
Kriteria pengujian:
u Jika untuk antar baris Fh > Ft maka ada perbedaan yang signifikan
u Jika untuk antar kolom Fh > Ft maka ada perbedaan yang signifikan
u Jika untuk interaksi Fh > Ft maka ada interaksi yang signifikan
          Apabila perbedaan itu ada, untuk mengetahui siapa diantara X1, X2, X3 dan X4 yang lebih tinggi secara signifikan dapat diuji lagi dengan uji Tukey atau uji Scheffé.
1.      Uji Tukey
Uji ini hanya berlaku untuk dua kelompok yang sama banyak datanya.
 

Q  = Angka Tukey
Xi = rata-rata data kelompok ke-i
Xj = rata-rata data kelompok ke-j
n   = banyak data tiap kelompok
     = ni = nj
RKD= rata-rata kuadrat dalam


2.      Uji Scheffe
Uji ini dapat dipakai untuk dua kelompok (gabungan kelompok) data yang tidak sama banyak datanya.
        

F  = F ratio = Fh
Xi = rata-rata data kelompok ke-i
Xj = rata-rata data kelompok ke-j
ni = banyak data kelompok ke-i
nj = banyak data kelompok ke-j
k  = banyak kelompok
RKD= rata-rata kuadrat dalam

u Jika Fh > Ft maka teruji bahwa μi >μj pada a yang dipilih. F t = Ftabel = F(a,db) dengan derajat kebebasan pembilang =   k-1 = 3 dan derajat kebebasan penyebut = n-k = n-4


Penghitungan anava Perbandingan antara Kecerdasan Linguistik (X1) dan Teknik Pembelajaran (X2) Terhadap Kemampuan Menerjemahkan Teks Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia(Y)

Kecerdasan Linguistik (X1)    : 1. Tinggi / LT (Linguistik Tinggi)
  2. Rendah / LR (Linguistik Rendah)
Teknik Pembelajaran (X2)      : 1. Learning Community (LC)
                                                  2. Inquiry (inq)

ANOVA DUA ARAH
1.      Desain/deskripsi data
Kelompok
k1b1
(LT+LC)
K1b2
(LT+INQ)
K2b1
(LR+LC)
K2b2
(LR+INQ)
K
D

A

T

A
68
80
72
60
55
80
75
70
65
55
40
60
70
60
62
42
65
62
48
80
75
60
50
55
58
55
63
65
260
240
247
220
218
296
275
N
7
7
7
7
7
Σ
490
420
434
406
1756
70
60
62
58
250.86


                     ME
SE
k1
k2
Σb
b1
n1       = 7
∑X1    = 490
∑X21   = 34858
1       = 70
n2       = 7
∑X2    = 420
∑X22    = 25850
2       = 60
nb1        =14
∑Xb1     = 910
∑Xb21    = 60708
b1        = 65
b2
n3        = 7
∑X3       = 434
∑X23    = 28006
3        = 62
n4         = 7
∑X4       = 406
∑X2 4   = 23708
4        = 58
nb2        =14
∑Xb2     = 840
∑Xb2 2   = 51714
b2       = 60
Σk
nk1      = 14
∑Xk1   = 924
∑Xk21 = 62864
k1     = 66
nk2     =  14
∑Xk2   = 826
∑Xk22 = 49558
k2     = 59
nt      = 28
∑Xt   = 1750
∑X2t = 112422
t     = 62.5

2.      Hipotesis statistik
a.       H0 = μb1 = μb2 ; H1 = μb1 ≠ μb2
b.      H0 = μk1 = μk2 ; H1 = μk1 ≠ μk2
c.       H0 = BxK = 0 ; H1 = BxK ≠ 0


3.      Jumlah kuadrat (JK)
a.       Total direduksi (dikoreksi)
JKTR = ∑X2t = ∑X2t –  = 112422 −  = 112422 – 109375 = 3047
b.      Antar kelompok
 






= 34300 + 25200 + 26908 + 23548 ­– 109375 = 109956 – 109375 = 581


c.       Antar baris




     = 59150 + 50400 – 109375 = 109550 – 109375 = 175


d.      Antar kolom
 


    

= 60984 + 48734 – 109375 = 109718 – 109375 = 343


e.       Interaksi
 


f.       Dalam kelompok
 










JKD = JKT – JKA
 = 3047 – 581 = 2466


JKTR = JKA + JKD  à 3047 = 581 + 2466



4.      Tabel Anova
Sumber
Varians
Db
JK
RK =
JK/db
Fh =
RK/RKD
Ft
Antar baris (b)
Antar kolom (k)
Interaksi (BxK)
b – 1 = 1
k – 1 = 1
1 x 1 = 1
175
343
63
175
343
63
1.70
3.34
0.61

4.26
Dalam
n – 1 – 3 = 24
2466
102,75
-
-
Total dikoreksi
n – 1 = 27
3047
-
-
-


5.      Kriteria pengujian
a.       Jika untuk antar baris Fh > Ft maka ada perbedaan yang signifikan
b.      Jika untuk antar kolom Fh > Ft maka ada perbedaan yang signifikan
c.       Jika untuk interaksi Fh > Ft maka ada interaksi yang signifikan
Hasil penghitungan
a. untuk antarbaris 1.70 < 4.26; Fh > Ft maka tidak terdapat perbedaan yang signifikan antarbaris
b. untuk antarkolom 3.34 < 4.26; Fh < Ft maka tidak ada perbedaan yang signifikan antarkolom
c. untuk interaksi 0.61 < 4.26; Fh < Ft maka tidak terdapat interaksi antara faktor kolom (ME) dan faktor baris (SE)
d. karena tidak ada satupun perbedaan, maka analisis tidak dapat dilanjutkan dengan uji Tukey atau uji Scheffe.
           
            Dari hasil pengujian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan menerjemahkan teks bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia antara siswa yang memiliki kecerdasan linguistic tinggi dan rendah, baik yang menggunakan teknik pembelajaran inquiry maupun teknik learning community.
            Oleh sebab itu, penghitungan tidak dapat dilanjutkan ke dalam uji Tukey dan Schefee.



[1] R. Masrib Sareb Putra, Menulis: Meningkatkan dan Menjual Kecerdasan Verbal Linguistik Anda. ( Malang: Dioma, 2005), hlm. 20.
[2] Thomas Amstrong, Sekolah Para Juara-Menerapkan Multiple Intelligences di Dunia Pendidikan (Bandung: Kaifa, 2004), hlm. 1-2.
[3]  Lilis Suryati, Artikel: Anak Anda Cerdas (www. google. com, Kamis, 25 Juli 2002), hlm. 1.
[4] Ibid., hlm. 2.
[5] Nurhadi, Kurikulum 2004(Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 106.
[6] Ibid., hlm. 112.
[7] Departemen Pendidikan Nasional, 2005, op. cit., hlm. 48.
[8] Kesuma, op.cit., hlm. 63
      [9] Robert Gagne M. Dan Lelie J. Briggs, Principle of Instructional design (New York: holt Rinehart and Winston, 1977), hlm.49.
[10] J.P. Chaplin, Dictionary of Psychology (new York: Dell Publishing Co., Inc., 2000), hlm.1.
      [11] Howard H. Kendler, Basic Psychology Menlo Park (California: W.A. Benyamin, Inc., 1975), hlm.480.
      [12] Stephen P. Robbins, Organizational Behavior. Concept, Controversies and Application (New Jersey: Prentice-Hall international, 2000), hlm.46.
[13] Ibid, hlm.46-48.
      [14] Roger T. bell, translating and Translation: Theory and Practice (London: Longman, 1994), hlm.13
[15] Eugene A. Nida, Toward a science of Translating (Leiden: E.J. Brill, 1964), hlm.151
[16] Hoed, Op. cit. hlm.51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar